Pengertian cerdas sangat beragam.
Ada IQ yaitu cerdas inteligensia. Ada
SQ, cerdas spiritual dan EQ (Emotional Intelligence), kecerdasan emosi.
Kecerdasan emosi merupakan
kapasitas manusiawi yang dimiliki oleh seseorang dan sangat berguna untuk
menghadapi, memperkuat diri, atau mengubah kondisi kehidupan yang tidak
menyenangkan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi.
Untuk meneliti permasalahan seputar
EQ, para ilmuan telah menghabiskan waktu lebih dari dua puluh tahun. Sebutlah Robert
K Cooper PhD, yang mengutip kata-kata Robert Frost, “apa yang mereka tinggalkan
di belakang acapkali mereka melupakakan aspek yang disebut oleh Robert Frost
yaitu aspek Hati”.
Itu diperkuat oleh pendapat dari
seorang Psikolog dari Yale, Robert Stenberg, seorang ahli dalam bidang Successful Intelligence yang berkata, “bila
IQ yang berkuasa, ini karena kita membiarkannya berkuasa berbuat demikian. Bila
kita membiarkannya berkuasa, maka kita telah memilih penguasa yang buruk.”
Robert Stenberg juga
mengemukakan,”salah satu sikap yang paling membahayakan yang telah dilestarikan
oleh budaya kerja modern saat ini adalah kita tidak boleh, dalam situasi apapun
mempercayai suara hati kita. Kita dibesarkan unutk meragukan diri kita sendiri,
unutk tidak memperdulika instuisi serta mencari peneguhan dari luardiri kita bagi
berbagai hal yang kita perbuat.Kita di kondisikan untuk mengandaikan bahwa
orang lain lebih tahu daripada diri kita dan dapat memberitahu kebenaran sejati
dengan lenih jelas dibanding dengan yang dapat kita ketahui sendiri.
Telah terbukti secara ilmiah
bahwa kecerdasan emosi (EQ) memegang peranan penting dalam mencapai
keberhasilan di segala bidang. Hati mengaktifkan nila-nilai kita yang terdalam,
mengubahnya dari suatu yang kita pikir menjadi sesuatu yang kita jalani. Hati mampu
mengetahui yang mana yang tidak boleh, atau tidak dapat diketahui oleh pikiran
kita. Hati adalah sumber keberanian dan semangat, integritas serta komitmen. Hati
adalah sumber energi dan perasaan mendalam yang menuntut kita unutk meakukan
pembelajaran, emnciptakan kerja sama, memimpin, serta melayani.
Suara hati murni menjadi pembimbing paling sederhana terhadapa apa yang
harus ditempuh dan apa yang harus di perbuat. Artiinya, setiap manusia
sebenarnya telah memilki radar hati sebagai pembimbing. Suara hati murni
senantiasa selaras dengan kebenaran yang sesuai dengan kebutuhan dan yang
dibutuhkan manusia.
Kecerdasan emosi (EQ) harus
menjadi dasar dalam setiap pelatihan manajemen. Kemempuan akademik, nilai
rapor, predikat kelulusan perguruan tinggi tidak bisa menjadi satu-satunya
sebagai tolak ukur seberapa baik kinerja seseorang dalam pekerjaannya atau
seberapa tinggi sukses yang mampu dicapai. Seperangkat kecakapan khusus,
seperti empati; disiplin diri; dan inisiatif; akan membedakan antara mereka
yang yang sukses sebagai bintang kerja dengan yang hanya yang sebatas bertahan
si lapangan pekerjaan.
Hal tersebut telah disadari oleh
perusahaan-perusahaan raksasa dunia saat ini. Mereka menyimpulkan bahwa inti kemempuan pribadi sosial yang
merupakan kunci utama keberhasilan seseorang sesungguhnya adalah kecerdasan
emosi (EQ).
Teori tentang kecerdasan emosi
dikembangkan pertama kali tahun 1980-an oleh beberapa psikolog dari Amerika
Serikat: Howard Gardner, Peter Salovey dan John Mayer dan menjadi terkenal saat
Daniel Goleman, psikolog dari Harvard University, menulis buku Emotional
Intelligence tahun 1995.
Orang yang ber-IQ tinggi tetapi
karena emosinya tidak stabil dan mudah marah seringkali keliru dalam menentukan
dan memecahkan persoalan hidup karena tidak dapat berkonsentrasi.
Kecerdasan emosional dapat
dikembangkan sejak usia dini. Konon anak yang punya EQ tinggi memiliki kepribadian yang disukai,
lebih mudah bergaul dan lebih sehat jasmaninya berkat kemampuannya mengontrol
emosi.
5 Wilayah Kecerdasan Emosi
(Menurut Goleman)
1. Kemampuan
Mengenali Emosi Diri: anak kenal perasaannya sendiri sewaktu emosi itu muncul.
Seseorang yang mampu mengenali emosinya akan memiliki kepekaan yang tajam atas
perasaan yang muncul seperti senang, bahagia, sedih, marah, benci dan
sebagainya.
2. Kemampuan
Mengelola Emosi: anak mampu mengendalikan perasaannya sehingga emosinya tidak
meledak-ledak yang akibatnya memengaruhi perilakunya secara salah. Meski sedang
marah, orang yang mampu mengelola emosinya akan mengendalikan kemarahannya
dengan baik, tidak teriak-teriak atau bicara kasar, misalnya.
3. Kemampuan
Memotivasi Diri: anak dapat memberikan semangat pada diri sendiri untuk
melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat. Ia punya harapan dan optimisme yang
tinggi sehingga memiliki semangat untuk melakukan suatu aktivitas.
4. Kemampuan
Mengenali Emosi Orang Lain: balita bisa mengerti perasaan dan kebutuhan orang
lain, sehingga orang lain merasa senang dan dimengerti perasaannya. Kemampuan
ini sering juga disebut sebagai kemampuan berempati. Orang yang memiliki empati
cenderung disukai orang lain.
5. Kemampuan
Membina Hubungan: anak sanggup mengelola emosi orang lain sehingga tercipta
keterampilan sosial yang tinggi dan membuat pergaulan seseorang lebih luas.
Anak-anak dengan kemampuan ini cenderung punya banyak teman, pandai bergaul
dan populer.
“Kebenaran yang berasal dari nurani merupakan kebenaran yang dijadikan
acuan bagi semua kabenaran yang lain”.
Suara hati murni itulah yang
seharusnya dasar prinsip paling sederhana, yang mampu memberi rasa aman,
pedoman, kekuatan, serta kebijaksanaan. Di sinilah Anda akan berurusan dengan visi
dan nilai Anda. Di sinilah Anda gunakan anugerah Anda-kesadaran diri (self
awareness) unutk memeriksa peta diri Anda. Jika anda menghargai prinsip yang
benar, paradigma Anda sesungguhnya berdasarkan pada prinsip dan kenyataan
dengan suara hati yang berperan sebagai kompasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar